Hubungan Inflasi dengan Salah Satu
Saham
1. Inflasi dan BI Rate
Inflasi
berarti kenaikan harga barang secara umum. Lembaga yang menghitung besar
kecilnya tingkat inflasi di Indonesia adalah BPS (Biro Pusat Statistik).
Sementara BI Rate (Bank Indonesia Rate) adalah tingkat suku bunga yang
dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menetapkan besar kecilnya tingkat
deposito dan persentase bunga pinjaman. Lembaga yang berwenang dalam menetapkan
besar kecilnya BI rate adalah Bank Indonesia (BI).
Pada saat tingkat inflasi terlalu tinggi, Bank
Indonesia akan menaikkan BI Rate. Secara teoritis, kenaikan BI rate akan
menyebabkan bunga pinjaman bank menjadi meningkat. Akibatnya kegiatan produksi
akan berkurang karena semakin mahal dan terjadi permintaan terhadap barang.
Karena permintaan semakin kecil, maka harga barang akan turun. Hal yang
sebaliknya berlaku ketika inflasi terlalu rendah dan suku bunga diturunkan.
Biaya produksi akan semakin murah menyebabkan kegiatan produk semakin
bertambah. Kenaikan produksi akan memicu kenaikan permintaan barang dan pada
akhirnya menyebabkan harga barang menjadi naik (terjadi inflasi).
Dalam kaitannya dengan investasi, pada saat suku
bunga dinaikkan, orang akan memilih alternatif deposito yang memberikan bunga
lebih tinggi. Akibatnya instrumen saham dan obligasi dijual sehingga
menyebabkan harga saham, obligasi dan reksa dana turun. Sebaliknya pada saat
suku bunga diturunkan, investor akan mencari alternatif yang memberikan hasil
investasi lebih tinggi dibandingkan deposito yaitu saham dan obligasi.
Akibatnya terjadi permintaan yang besar pada saham dan obligasi yang
menyebabkan harga saham, obligasi dan reksa dana naik.
2.
Pertimbangan dalam memutuskan tingkat BI Rate
Perlu
diketahui bahwa BI rate bukan satu-satunya alat bagi Bank Indonesia dalam
mengendalikan tingkat inflasi. Selain itu, pertimbangan besar kecilnya BI rate
juga bukan hanya didasarkan pada tingkat inflasi semata. Ada faktor-faktor lain
yang menentukan seperti:
Kestabilan nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing. Tingkat BI rate yang tinggi akan menyebabkan dana asing mengalir ke
Indonesia dan sebaliknya tingkat BI rate yang rendah akan menyebabkan dana
asing keluar dari Indonesia.
Selisih dengan suku bunga AS antara tingkat suku
bunga di Indonesia dengan tingkat suku bunga (Fed Fund Rate) di Amerika.
Semakin besar selisihnya, maka semakin menarik pula negara Indonesia menjadi
negara tujuan investasi. Dengan kata lain, apabila pemerintah AS menaikkan
tingkat suku bunga sementara suku bunga Indonesia masih tetap, maka hal
tersebut akan mengurangi daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi.
Peringkat Surat Hutang Indonesia. Peringkat surat
hutang menyatakan kualitas kemampuan suatu perusahaan / negara dalam melunasi
kewajibannya. Negara yang memiliki peringkat hutang yang lebih baik dapat
memberikan tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan negara dengan peringkat
hutang yang lebih rendah. Oleh karena itu, penurunan spread dengan fed fund
rate belum tentu berdampak negatif asal diikuti dengan peningkatan peringkat
surat hutang Indonesia.
Kondisi perekonomian negara yang ditentukan oleh
indikator seperti GDP (Gross Domestic Product) dan Cadangan Devisa. Kedua
indikator tersebut bisa diibaratkan sebagai penghasilan dan tabungan bagi suatu
negara. Idealnya suatu negara yang sehat memiliki penghasilan yang terus
bertambah (pertumbuhan GDP positif), hutang yang tidak terlalu banyak (rasio
hutang terhadap GDP yang kecil), dan punya simpanan untuk kondisi
ketidakpastian di masa mendatang (cadangan devisa yang banyak). Hal di atas
akan menjadi pertimbangan positif saat penilaian terhadap peringkat surat
hutang Indonesia dilakukan.
Faktor tidak tetap adalah faktor yang dapat
mempengaruhi keputusan Bank Indonesia dalam penetapan BI rate namun sifatnya
tidak permanen dan berubah sewaktu-waktu. Contoh, lonjakan harga minyak yang
signifikan, kondisi ekonomi global, atau yang sekarang sedang menjadi perhatian
seperti perkembangan hutang Eropa, Perkembangan China dan kondisi US, dan
faktor2 lainnya yang bisa muncul sewaktu-waktu. Faktor inilah yang paling tricky,
selain tidak jelas apa hubungannya terhadap keputusan BI Rate, efeknya juga bisa
langsung ke harga saham, obligasi dan reksa dana. Terkadang logika dan hubungan
antara kejadian tersebut dengan Indonesia hampir tidak ada, namun seolah-olah
hal tersebut menjadi faktor utama yang menggerakan harga di pasar. Umumnya
faktor ini yang menjadi perhatian investor dan analisa dalam meramalkan
pergerakan harga dalam jangka waktu dekat.
Berdasarkan bagan di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa data makro ekonomi yang menjadi pertimbangan utama dalam berinvestasi
adalah BI Rate dan Inflasi. Dalam proses perjalanannya, penetapan besar
kecilnya BI rate juga akan mendapat pengaruh-pengaruh baik dari faktor
eksternal maupun internal. Hal yang harus dipahami oleh investor adalah bahwa
Kenaikan BI rate dan Inflasi akan berdampak negatif bagi investasi dan
sebaliknya penurunan BI rate dan inflasi akan berdampak positif terhadap
investasi.
Meski demikian, efek Inflasi dan BI Rate terhadap
inflasi menurut penelitian kami lebih memiliki pengaruh ketika bergerak
sedang naik atau sedang turun. Jika kondisinya flat, kondisi cenderung lebih
sulit untuk dianalisis karena perhatian investor terpaku pada faktor-faktor
tidak tetap (seperti yang dijelaskan di atas) yang berubah setiap hari.
Meski demikan, dalam prakteknya sangat mungkin sekali investor dalam jangka pendek
akan menemui kondisi investasi yang bertolak belakang dengan kondisi BI rate
dan Inflasi. Jadi memang faktor ini bukan satu-satunya hal yang menyebabkan
naik turunnya harga instrumen investasi namun dalam pandangan kami merupakan
faktor penting yang menjadi penggerak harga instrumen investasi.